KUTOARJO, infopurworejo.com – Masakan tradisional Jawa yang masih populer hingga sekarang salah satunya buntil. Makanan yang terbuat dari parutan kelapa dan campuran ikan teri ini dibungkus dengan daun pepaya atau talas, kemudian direbus dalam santan. Bagi para penggemar kuliner legendaris di Purworejo, pasti tidak asing dengan Warung Makan Girli di Kelurahan Semawung Daleman, Kecamatan Kutoarjo. Warung makan yang populer dengan buntil ini memang masih bertahan hingga tiga generasi selama puluhan tahun.
Warung makan berbentuk joglo itu dinamakan Girli karena tempatnya yang terletak tepat di pinggir kali Semawung. Almarhum Kasan (meninggal 2013) memanfaatkan rumahnya yang berdiri sejak 1960 untuk menjualkan buntil masakannya mulai tahun 1990. Kelezatan buntil buatannya membawa Warung Makan Girli terus dikenal masyarakat hingga saat ini sudah dipegang generasi ke tiga.
Saat ditemui di warungnya pada Kamis (2/11), Infopurworejo bertemu dengan penerus Warung Makan Girli bernama Surati (49). Saat ditemui, Surati sedang memarut kelapa untuk santan sebagai bahan membuat buntil. Surati mengaku tempat usahanya ini merupakan bekas rumah milik kakeknya. “Kula sare mboten teng mriki (Warung Makan Girli), sampun wonten griya kiyambak. Mriki ya tempat golek rezeki mawon (Saya tidak tinggal di sini, karena sudah punya rumah sendiri. Di sini hanya dijadikan tempat mencari rezeki saja),” ucap Surati.
Setiap pagi Surati dibantu anak tunggalnya, Eka Dana (25) mengambil bahan makanan di pasar. Ia dibantu oleh lima karyawannya, Duwiah, Icuk, Turasmi, Sakira, dan Khotimah memasak menggunakan kayu bakar. Surati mengaku belum pernah memasak buntil dengan kompor gas atau kompor minyak. Selama bertahun-tahun ia selalu menggunakan kayu bakar mengikuti jejak ibu nya sebagai penerus generasi kedua, dan kakeknya yang memulai usaha buntil.
“Mboten nate masak ngagem gas, nanging ngagem kayu ben hasile niku luwih enak, tanek, ugi tahan sui (Tidak pernah pakai gas, tapi pakai kayu supaya hasilnya lezat, matang merata, dan tahan lama juga),” jelas Surati.
Proses Pembuatan Buntil
Warung Makan Girli buka setiap hari mulai pukul 08.00 pagi sampai 17.00 dengan menyajikan masaka berbahan alami. Semua bahan buntil menggunakan bahan yang sama seperti bumbu masakan Jawa lainnya. Jenis bumbu yang dipakai seperti cabai, garam, bawang dan rempah-rempah lainnya. Tak lupa Surati memasukkan seikat daun salam di rebusan buntil dalam kuah bumbu santan.
Proses memasak buntil pun menggunakan cara tradisional tanpa bantuan teknologi. Bumbu-bumbu yang telat disiapkan dihaluskan menggunakan ulekan leyeh muthu. Salah satu karyawan, Duwiah (56) menyatakan buntil yang dibuat dengan daun talas atau pepaya harus dicuci satu per satu tiap lembar dengan air bersih. Satu buah buntil terbuat dari dua hingga tiga lembar daun talas yang diisi dengan parutan kelapa dan ikan teri untuk kemudian dilipat berbentuk persegi panjang.
Duwiah mengaku proses produksi buntil dilakukan selama enam jam agar hasilnya enak dan berbeda dengan buntil-buntil lainnya. Talas yang digunakan untuk membuat buntil tidak diambil dari sembarang jenis talas. Melainkan menggunakan talas jenis bonok dan bogor yang tidak akan menimbulkan rasa gatal di tenggorokan.
Juga Tersedia Menu Lainnya
Selain buntil, Warung Makan Girli juga menjual jenis masakan lainnya seperti mangut lele, sayur oseng, pepes ikan, ayam goreng, dan masih banyak lainnya. Makanan disajikan secara prasmanan di meja tengah tempat pengunjung makan. Surati menyebut jumlah pengunjung yang datang rata-rata di atas 200 orang per hari nya yang berasal dari berbagai kalangan seperti PNS, pejabat pemerintah, warga, pelajar, dan sebagainya.
Dua orang pengunjung yang sedang menyantap masakan Warung Makan Girli, Khusnul dan Silo (warga Kulon Progo), mengaku dapat rekomendasi makan di Girli dari rekan kerjanya. Setelah menyantap satu porsi sayur kenikir dan tunjang, Silo mengaku makanannya enak. Sementara rekannya, Khusnul yang mengambil buntil menyatakan, “buntilnya enak banget, empuk, bumbu nya meresap banget, dan tidak gatal sama sekali.”