PURWOREJO, infopurworejo.com – Nama asli dibalik Uncel Djink (54) adalah Fajar Sulistyawan lahir di Plaosan Purworejo 1968. Uncle Djink dikenal sebagai musisi musik reggae melalui akun YouTube Fahmi Aziz, karyanya sudah di tonton jutaan orang.
Ia telah membawakan puluhan lagu karya sendiri, karya putra Purworejo yang tergabung dalam tim Fahmi Aziz, maupun lagu cover.
Lagu Putra Purworejo tersebut diantaranya Jangan Malas-malas, Mbok Sarijem, Sahabat, Uncle Bukan Boneka, Jadilah orang baik, Keadilan untuk Siapa.
Sedangkan lagu cover biasanya milik Iwan Fals, Slank dan beberapa musisi lain, jika penasaran cek langsung di YouTube Fahmi Aziz.
MENGGELUTI MUSIK SEJAK SEKOLAH
Fajar Sulistyawan menggeluti dunia musik sejak duduk di bangku SMAK Widodo Purworejo dengan mengikuti kelompok paduan suara di sekolah.
Ia lulus SMAK tahun 1989 dan itu menjadi awal perjalanan penuh makna baginya di dunia musik.
Fajar muda mulai menjelajahi dunia musik bergabung dengan kelompok seni jalanan bernama KRIET. Bagi Fajar KRIET jembatan untuk luapkan segala emosi di waktu muda.
Seperti anak muda era 80an lainya lagu-lagu dari Iwan Fals, Sawung Jabo, Leo Kristi sering terdengar di telinga dengan gaya mereka membawakan.
Ia memilih menjadi seorang musisi di waktu muda adalah hal yang tidak muda, banyak tekanan maupun cacian yang diterima.
Tak jarang konsistensi bermusik kawan-kawan lain sering membuat ia kecewa, Ekonomi yang membuat kawan-kawanya mundur dari dunia musik.
Bersama KRIET Fajar muda sudah merasakan banyak panggung di dalam maupun luar kota ia jajaki. Namun, eksistensi bersama KRIET hingga tahun 2000an saja dengan beberapa lagu ciptaan mereka sendiri.
MUSISI BINGUNG EKONOMI
KRIET belum mampu menghidupi kebutuhan pribadi maupun keluarga, olah sebab itu KRIET vakum dalam dunia panggung, eksisnya tidak seperti dulu.
Namun keberadaanya KRIET hingga saat ini masih bisa kita nikmati dengan personil yang masih sama.
Fajar Sulistyawan tidak berhenti disitu saja, pilihan menjadi musisi itu sudah bulat tekadnya.
“Musik adalah gaya hidup pilihan hidup yang dihidupi dan menghidupi. Intine di kesenian musik, saya ingin totalitas bukan setengah-setengah, yang saya bisa hanya itu,” katanya.
Ia sadar bahwa musik saat itu tidak bisa memenuhi kebutuhan pribadi ataupun keluarga. Ia juga harus bekerja menjadi buruh serabutan, buruh cat tukang, bertani, berkebun disekitar rumah demi bertahan hidup.
Ia menceritakan, dalam perjalanan musiknya tidak hanya dengan KRIET ada juga Sego Megono, Congculy dan PJR. Hingga saat ini masih aktif bersama dengan mereka dalam dunia musik.