Infopurworejo.com – Mulai 1 Maret 2022, Pemerintah menetapkan BPJS Kesehatan sebagai syarat jual beli tanah. Ketentuan baru tersebut diatur dalam instruksi Presiden No. 1 Tahun 2022, tentang kebijakan Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.
Namun, hal tersebut malah mendapat kecaman dari banyak pihak dan juga publik. Publik menilai tidak ada korelasi antara jual beli tanah dengan BPJS Kesehatan. Banyak yang menilai, keputusan ini memberatkan, terutama untuk warga desa yang tidak mendapat akses BPJS Kesehatan.
Presiden Jokowi memerintahkan para menteri, termasuk Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional untuk melaksanakan tugas, dalam mengoptimalisasi program jaminan kesehatan. Dan menetapkan syarat jual beli tanah dengan memiliki BPJS Kesehatan.
Hal ini membuat Luqman Hakim, sebagai Wakil ketua komisi II DPR, mengecam keputusan tersebut.
“Seharusnya Menteri Sofyan Djalil sebagai pembantu Presiden memberi masukan agar inpres itu direvisi sehingga rakyat tidak dirugikan,” ungkapnya.
Luqman Hakim pun menilai, tindakan tersebut terlalu konyol, irasional dan sewenang-wenang.
Ketetapan tersebut membuat banyak pihak geram, karena terkesan memaksa masyarakat untuk berpartisipasi dengan layanan BPJS Kesehatan.
Menurut pengamat kebijakan publik, Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah, kepada Kompas.com. Kebijakan ini terlalu mengada-ada dan berlebihan, alasan pemerintah menjadikan BPJS Kesehatan sebagai syarat jual beli tanah untuk Optimalisasi, tidak bisa diterima.
Menurut Trubus, transparansi pengelolaan dan juga pelayanan BPJS Kesehatan harus ditingkatkan, jika pemerintah mau menarik masyarakat berpartisipasi sebagai peserta.
“Kalau dia mendapatkan kepuasan, saya rasa akan tertarik, tidak perlu dipaksa pakai aturan, itu masyarakat akan dengan sendirinya membeli, artinya masyarakat itu akan terlibat ikut aktif di dalam peserta BPJS,” ujar Trubus.