Kisah Sukses Penggembala Bebek Panen 800 Telur Setiap Hari

Pujiyanto menunjukan telur hasil panennya. (Foto: Siti Fauziah)

BAYAN, infopurworejo.com – Pujiyanto (49) warga Desa Tanjungrejo, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo sukses mengembangkan usaha sebagai peternak bebek petelur. Usaha itu ia mulai sejak remaja dengan merawatnya bersama kedua orangtua.

“Sudah 30 tahun lebih saya menjadi peternak bebek, 26 tahunnya menggembala ke sawah-sawah,” ujar Pujiyanto kepada tim Infopurworejo saat ditemui di rumahnya, Sabtu (29/1).

Empat tahun menggembala bersama orangtua, Pujiyanto memutuskan untuk menjual bebek-bebeknya untuk modal menikah.

Namun berkat dorongan sang istri, setelah menikah Pujiyanto memutuskan kembali menjadi peternak bebek petelur.

Kandang bebek Pujiyanto. (Foto: Siti Fauziah)

Pinjam Modal

Dengan meminjam modal sebanyak Rp 1,5 juta dari bank, ia membeli bebek petelur sebanyak 200 ekor dan 200 meri.

“Tahun 90 an awal memulai lagi usaha itu harga bebek masih murah, dulu satu ekor Rp 5 ribu, sekarang bisa Rp 85 ribu. Ada sisa uang untuk pegangan menggembala,” ujarnya.

Dari 200 bebek petelur yang dibelinya itu, ia bersama istri menggembala mencari sawah yang baru dipanen.

Selain menghemat pakan bebek, juga upaya membantu petani menghilangkan hama keong dan belalang.

“Kami rata-rata menetap di satu tempat selama tiga bulan. Awal menggembala bersama istri ya bawa 200 bebek,” sebut Pujiyanto.

Mereka biasa menetap di Tanjungrejo saat di desanya itu musim panen padi. Tempat yang biasa mengembala tidak hanya daerah-daerah di Purworejo, tapi juga Yogyakarta, Kebumen, hingga Cilacap.

Hasil yang ia dapatkan pun tak mengkhianati, hingga saat ini bebek yang dimilikinya mencapi ribuan ekor.

Selama 25 tahun lebih Pujiyanto menggembala, baru lima tahun ini berhenti dan memilih memberikan pakan bebek dengan kosentrat.

“Kami setiap hari produksi sendiri pakannya, untuk nasi kering aja sehari 1,5 kwintal. Kalau dibandingkan sama menggembala ya hemat menggembala karena pakan gratis dari sawah. Tapi usia sudah tidak mampu,” tuturnya.

Menurutnya menjadi penggembala tidaklah mudah, sebab harus membawa ratusan bebek yang terkadang di jalan bebek tertabrak kendaraan.

Juga harus melalui hujan dan panas dengan penuh kesabaran, hingga ahirnya saat ini ia memilih berhenti menggembala.

Pujiyanto mengaku plus minus dalam berbisnis sudah biasa. Minus bisa terjadi karena bebek terjangkit virus serta permintaan pasar akan telur dan bebek menurun.

“Sehari bebek-bebek dapat produksi sampai 800 telur, jadi satu bebek ya satu telur per harinya. Waktu pandemi PPKM itu kami minus beberapa bulan berturut-turut karena banyak tempat makan tutup,” ungkapnya.

Pembeli atau pengepul bebek Pujiyanto. (Foto: Siti Fauziah)

PEMASARAN BEBEK DAN TELUR

Dalam memasarkan bebek dan telurnya, Pujiyanto dibantu oleh pengepul. Mereka biasa menyebarkan bebek ke tempat makan seperti rumah makan H. Dargo, angkringan malam, dan resturant di Purworejo hingga Kebumen.

Telur yang mereka sebar pun tak hanya di situ, tapi juga warung-warung kecil, penjual pasar, sampai kadang orang hajatan.

“Bebek yang kami jual harga Rp 65 ribu sampai Rp 85 ribu per ekornya, untuk telur dari kami per satu butirnya hanya Rp 1.700,” tutup Pujiyanto.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *